Reformasi yang telah bergulir sejak tahun 1998 memberikan dampak yang luas pada perubahan sistem pemerintahan. Jika pada era Orde Baru kekuasaan sangat bersifat sentralistik, reformasi melahirkan sistem pembagian kekuasaan yang mulai terdistribusi antara pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah. Hal ini terwujud dalam Sistem Desentralisasi yang secara legal dilahirkan lewat Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian menyebabkan Perubahan Kedua UUD 1945 seperti tertuang pada Bab VI Pemerintahan Daerah pasal 18, 18A, dan 18B. Perubahan aturan negara seperti di atas menempatkan daerah menjadi aktor sentral dalam pengelolaan republic yaitu dalam prinsip otonomi dengan desentralisasinya.
Menurut Prof. Ginandjar Kartasasmita, Ketua DPD RI, “Perubahan aturan main mengenai pemerintahan daerah merupakan afirmasi-konstitusi, bahwa daerah menjadi pengambil kebijakan sentral dalam mengatur dan mengurus pemerintahannya sendiri menurut asas otonomi dan tugas pembantuan (medebewind) serta diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan suatu daerah dalam sistem NKRI.
Saat ini pelaksanaan otonomi daerah telah melahirkan perubahan yang cukup signifikan, terutama berhubungan antarpelaku pembangunan, pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan. Namun dalam prakteknya otonomi daerah masih menghadapi kendala yang harus segera dicarikan jalan keluarnya atau penanganannya secara sungguh-sungguh. Salah satu kendala yang dipaparkan oleh Ginandjar Kartasasmita adalah kurangnya kreativitas dan partisipasi masyarakat secara lebih kritis dan rasional. Di tengah era globalisasi yang serba cepat, masyarakat diharapkan memiliki daya tahan dan daya adaptasi yang tinggi agar mampu menjalani kehidupan masa depan dengan sukses.
Untuk mencapai tujuan pembangunan masyarakat agar lebih berdaya, berpartisipasi aktif, serta penuh dengan kreativitas, pemerintah melontarkan komitmen yang berlevel internasional. Komitmen ini telah ditandatangani dalam KTT Millenium PBB pada tahun 2002 bersama 189 negara lainnya. Komitmen semua negara di dunia untuk memberantas kemiskinan ditegaskan dan dikokohkan kembali dalam ”Deklarasi Johannesburg mengenai Pembangunan Berkelanjutan” yang disepakati oleh para kepala negara atau kepala pemerintahan dari 165 negara yang hadir pada KTT Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg, Afrika Selatan, September 2002. Hasil deklarasi tersebut kemudian dituangkan dalam dokumen ”Rencana Pelaksanaan KTT Pembangunan Berkelanjutan”, yang juga telah ditanda-tangani oleh pemerintah Indonesia untuk menjadi acuan dalam melaksanakan pembangunan di Indonesia dengan target memberantas kemiskinan pada tahun 2015.
Dalam deklarasinya negara peserta menerapkan Tujuan Pembangunan Milenium atau Millennium Development Goals (MDGs). Dalam MDGs tersebut, terdapat 8 (delapan) tujuan (goal) yang hendak dicapai sampai tahun 2015 oleh negara-negara di dunia termasuk Indonesia, dengan tujuan pertama adalah mengatasi dan/atau memberantas kemiskinan dan kelaparan (United Nations, 2000).
Dengan demikian, pemerintah Indonesia telah membuat komitmen nasional untuk memberantas kemiskinan dalam rangka pelaksanaan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Dimana pemerintah dan semua perangkatnya dalam semua level, baik pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota bersama-sama dengan berbagai unsur masyarakat memikul tanggungjawab utama untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan sekaligus memberantas kemiskinan yang terjadi di Indonesia paling lambat tahun 2015.
Kendati Indonesia ikut serta dalam kesepakatan global melaksanakan MDGs untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dicanangkan PBB sejak 2000, namun dalam Human Development Report 2007 yang dikeluarkan oleh UNDP, menunjukkan bahwa kualitas manusia Indonesia makin memburuk dalam 10 tahun terakhir. Dalam laporan tersebut, HDI atau IPM Indonesia yang diukur dari pendapatan riil per kapita, tingkat harapan hidup, tingkat melek huruf dan kualitas pendidikan dasarnya, ternyata peringkat Indonesia masih berada di bawah negara-negara Asia Tenggara lainnya. Peringkat Indonesia dari tahun ketahun selalu menurun dari 110 menjadi peringkat 112 dari 175 negara yang dinilai UNDP (2003), walaupun pada tahun 2006 terdapat peningkatan ranking ke 110 (UNDP, 2007).
Sebagaimana kita alami, era ini merupakan kehidupan yang bercirikan perubahan yang cepat, kompleks, penuh resiko, dan penuh dengan kejutan. Dengan demikian individu, kelompok atau komunitas harus melakukan berbagai upaya untuk ikut berubah, menyesuaikan diri, atau mengambil kendali perubahan. Di sisi lain interdependensi antara komunitas, terkecil sekalipun, dan dunia sebagai totalitas, membuat semakin sulit bagi seorang individu untuk menghadapi perubahan sendirian. Apalagi melihat kenyataan, kenaikan harga BBM misalnya, yang merupakan perubahan disektor ekonomi dan energi akan mempengaruhi sector kehidupan yang lain.
Sejak tahun 1960, lahir sebuah konsep pemberdayaan komunitas yang disebut Community Development (selanjutnya disebut CD). CD adalah sebuah proses pembangunan jejaring interaksi dalam rangka meningkatkan kapasitas dari sebuah komunitas, mendukung pembangunan berkelanjutan, dan pengembangan kualitas hidup masyarakat (United States Departement of Agriculture, 2005). CD tidak bertujuan untuk mencari dan menetapkan solusi, struktur penyelesaian masalahatau menghadirkan pelayanan bagi masyarakat. CD adalah bekerja bersama masyarakat sehingga mereka dapat mendefinisikan dan menangani masalah, serta terbuka untuk menyatakan kepentingan-kepentingannya sendiri dalam proses pengambilan keputusan (StandingConference for Community Development, 2001).
Pengembangan otonomi daerah yang diarahkan pada partisipasi aktif dari masyarakat sangat sesuai dengan konsep yang ditawarkan oleh CD. Kesesuaian antara kebijakan pemerintah dengan konsep pemberdayaan masyarakat seperti CD ini membutuhkan pendekatan yang tepat dalam mengimplementasikannya.
Pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari sudut pandang Deficit based dan Strength Based. Pendekatan Deficit-based terpusat pada berbagai macam permasalahan yang ada serta cara-cara penyelesaiannya. Keberhasilannya tergantung pada adanya identifikasi dan diagnosis yang jelas terhadap masalah, penyelesaian cara pemecahan yang tepat, serta penerapan cara pemecahan tersebut. Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini bisa menghasilkan sesuatu yang baik, tetapi tidak tertutup kemungkinan terjadinya situasi saling menyalahkan atas masalah yang terjadi.
Di sisi lain, pendekatan Strengh Based (Berbasis kekuatan) dengan sebuah produk metode Appreciative Inquiry terpusat pada potensi-potensi atau kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh individu atau organisasi untuk menjadikan hidup lebih baik. Appreciative Inquiry merupakan sebuah metode yang mentransformasikan kapasitas sistem manusia untuk perubahan yang positif dengan memfokuskan pada pengalaman positif dan masa depan yang penuh dengan harapan (Cooperrider dan Srivastva, 1987; Cooperrider dkk., 2000; Fry dkk, 2002; Ludema dkk, 2000, dalam Gergen dkk., 2004).
Dalam sepuluh tahun terakhir, Appreciative Inquiry menjadi sangat populer dan dipraktekkan di berbagai wilayah dunia, seperti untuk mengubah budaya sebuah organisasi, melakukan transformasi komunitas, menciptakan pembaharuan organisasi, mengarahkan proses merger dan akusisi dan menyelesaikan konflik. Dalam bidang sosial, Appreciative Inquiry digunakan untuk memberdayakan komunitas pinggiran, perubahan kota, membangun pemimpin religius, dan menciptakan perdamaian.
Sumber:
Buku
Cooperrider D. L. & Whitney D. 2006. A Positive Revolution in Change: Appreciative Inquiry (Vol. 1, pp. 2-3)
Sairin, Sjafri. 2002. Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Makalah
Kartasasmita, Ginandjar. Makalah: Dewan Perwakilan Daerah dan Otonomi Daerah. Disampaikan pada Seminar Nasional, Institut Teknologi Bandung (ITB) Dalam Rangka Memperingati Seratus Tahun Kebangkitan Nasional. Bandung, 17 Mei 2008.
Lubis, Theresiah. Makalah : Community Development dan Nilai-Nilai yang Mendasari. Dipresentasikan pada Temu Ilmiah Dalam Rangka LUSTRUM IX Fakultas Psikologi Unpad. Tahun 2006
Internet
http://appreciativeorganization.wordpress.com/2007/08/08/bedah-kasus-appreciative-inquiry-in-strategic-planning/ (Diakses pada 26 Mei 2008, pukul 11.28)
http://www.scribd.com/doc/732997/laporanlokakaryaAIlowres (Diakses pada 29 Mei 2008, pukul 11.50)
Standing Conference for Community Development (2001). Strategic Framework for Community Development. http://www.sccd.org.uk
United States Depatment of Agriculture (2005). Community Development Technical Assistance: Handbook. http://ocdi.usda.gov
19 comments
Comments feed for this article
21 June 2008 at 3:28 pm
zakiaf
Asw
Mantap lah bang
salam kenal ya
Terus mendaki Puncak kehidupan, karena setiap kita tiba di puncak, akan terlihat lagi puncak yang lebih tinggi
wassalam
23 June 2008 at 11:07 pm
fiqihsantoso
Waalaikumsalam…dasar ZAKI!!! puZangga Aneh Kelahiran betawI….Terus berpuisi ria Jek….
12 December 2008 at 6:55 am
arbai
sayang masih banyak yang belum menguasai metode pemberdayaan masyarakat
6 March 2009 at 10:09 am
Prof.Dr.Ir.Idiannor Mahyudin, MSi
Sangat diperlukan metode-metode pemberdayaan masyarakat untuk melengkapi strategi yang masih sangat terbatas. Juga perlu kelompok/organisasi satu visi dan misi.
Strategi secara garis besar menurut saya sbb: 1. Mendidik masyarakat untuk menguasai bidang ilmu/jenis pekerjaan tertentu misalnya membudidayakan ikan, berdagang, bertani, bengkel dll. 2. Fasilitator yang bersedia (diberi insentiv yang layak) mendampingi hingga berhasil dari produksi sd pasar krn tenaga fungsional di lokasi langsung apalagi di pedesaan, pesisir, pedalaman sangatlah langka. Tenaga teknis pemerintah/PNS yang ada justru 80-90% ada di kantor. 3……
11 October 2011 at 6:09 am
heru
sya jg sepakat dg bpk kita perlu mendidik agar masyarakat kt lebih berwawasan dan mpy paradigma dan strategi dlm mencari proses kualitas pendewasaan diri agar lbh sejahtera dan lebih beradab dlm berpola pikir lebih berakhlak moral dan intelegensia dan menghargai sesama manusia di lingkungan sekitar kita…..nation character building utk kehidupan generasi selanjutnya yang lebih baek lagi….
1 April 2009 at 7:22 am
Ruth
Makasih Tim penyusun aku barusan kopi paste tentang tulisan tentang pemberdayaan ini. Insyaalloh sangat bermanfaat bagi bidang tugasku Amin.
Maruti BPN SKA
2 July 2009 at 4:20 pm
triswantoadi
pemberdayaan masyarakat itu pada prinsipnya mencakup aspek unabling alias pembisaan atau dibuat/membuat menjadi bisa, lantas mengkondisikan agar kebisaan itu dapat disalurkan terutama dengan instrument peraturan dan kebijakan yang berpihak kepada yang diberdayakan dan yang ketiga protecting alias pelindungan atau melindungi – hal ini perlu krn biasanya yang diberdayakan itu sebelumnya tentu tidak berdaya. terus-dan terus- hingga dia sanggup mandiri dan dilepaskan untuk mampu bersaing scr mandiri. demikian katanya, mhn maaf saya lupa referensinya.
26 August 2009 at 1:55 am
fiqihsantoso
Sepakat mas…trims untuk infonya…
10 November 2010 at 7:59 am
elekesekeng
ada cara yang lebih real nggak buat memberdasayakat masyarakat yang benar-benar tidak berdaya??
thanks artikelnya…
11 April 2011 at 9:21 am
fiqihsantoso
jika kita sepakat bahwa yang dimaksud “daya” dalam kata “tidak berdaya” kamu adalah sumber daya manusia…maka ketahuilah bahwa manusia adalah makhluk sempurna..memang tantangan berat dimana kita mesti menemukan titik potensi mereka dan meyakinkan mereka bahwa mereka bisa…
Hal itu secara real bisa dilakukan dengan diskusi positif dan saling bercerita…tentang mimpi yang ingin dituju dan potensi yang dimiliki selama ini..
10 January 2011 at 4:13 am
kang dinar
permaslahan yang muncul di daerah, program pembangunan tidak mengarah pada tjuan MDGs, daerah lebih senang membangun infrastrukutur mengenyamping pembangunan sdm dan program pemberdayaan
8 December 2011 at 3:07 pm
Michael Y Zalukhu
Pemberdayaan masyarakat Indonesia khususnya menghadapi tantangan besar yang membutuhkan terobosan dan program yang tepat atau sesuai kebutuhan masyarakat setempat secara berkesinambungan.
Pemberdayaan, berarti pemulihan dari ketidak berdayaan (misalnya ekonomi) menjadi mandiri dan sejahtera. Kekurangan gizi atau masalah kesehatan, suatu keluarga tidak mampu menyekolahkan anaknya, dll faktor utamanya adalah belum adanya sumber pendapatan tetap masyarakat yang bersangkutan yang mencukupkan kebutuhan, dengan demikian maka jawabannya jelas meningkatkan sumber pendapatan tetap masyarakat yang mencukupkan. Dalam hal ini saya sarankan (misalnya) perkebunan karet karena bisa dinikmati hasil sekitar 70 tahun, berarti anak dan cucuk terselamatkan.
Michael Y. Zalukhu
Yayasan Mandiri Kreatif Indonesia (YAMAKINDO)
Email : yamakindo@yahoo.com
Website : http://www.yamakindo.org (dalam perbaikan)
13 March 2012 at 1:24 am
Untung Surapati
Dalam bahasa praktis, Pemberdayaan Masyarakat, menurut saya adalah memfasilitasi masyarakat mampu berpikir dan bersikap kritis terhadap kebijakan dan pelaksanaan pembangunan yang tidak berpihak kepada rakyat. Rakyat harus mengetahui mengapa harga beras di Indonesia ternahal di dunia padahal negara kita terkenal subur, biaya pendidikan juga mahal, sulit mencari kerja dan harga BBM juga kian mahal, sementara daya-beli rakyat kian melemah. Lebih jauh lagi adalah rakyat memiliki daya (power/kemampuan) untuk MERUBAH-nya menjadi terjangkau dan lebih mensejahterakan.
31 March 2012 at 9:46 pm
Nining
apa latar belakang pemberdayaan masyarakat ??
2 April 2012 at 1:40 am
RADHEN ANCHA
untuk menindak lanjuti yang namanya memperdayakan masyarakat, kita sebegai pemerhati dr pemberdayaan masyarakat nggk perlu terlalu banyak argument ataupun konsep. Akan tetapi kita cepat dan tepat bertindak dan menindak lanjuti apa yg mnjdi program masyarakat seperti kebutuhan, keinginan, dan pengetahuan bg kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.
11 April 2012 at 4:46 am
Hanz Mite
Pemberdayaan untuk masyarakat dapat dikatakan signifikan kalau sifat kemiskinan yg bersifat struktural dan kultural dalam masyarakat menjadi fokus utama yang perlu di perhatikan secara serius dan berkelanjutan oleh semua komponen pelaku dan pemangku kepentingan.
15 April 2012 at 1:20 pm
tuanlebay
Saya setuju dengan beberapa komentar yang mengutamakan peningkatan kwalitas SDM yang diutamakan, karena jika SDM telah bagus apapun bisa dan mudah untuk dilakukan. Sayangnya kita sering melupakan yang ini .. sukses selalu dalam pemberdayaan masyarakat.
27 March 2013 at 6:53 am
Lintas Line
nice share gan
1 August 2013 at 9:44 am
Michael Y Zalukhu
Program pemberdayaan masyarakat dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan dengan tujuan utama pada jangka panjang dan berorientasi pada masyarakat, bukan pada pembangunan gedung agar transformasi menjadi nyata, yaitu terjadinya peningkatan kesejahteraan dan keharmonisan masyarakat setempat.
Dengan berorientasi pada masyarakat, dalam kata lain; memanusiakan manusia dalam seluruh aspek kehidupan.Oleh karena itu, maka dibutuhkan metode Bottom-up bukan Top-Down. Artinya, sumber daya manusia yang menjalankan atau melakukan program pemberdayaan adalah sebagai fasilitator dalam melakukan need asessment, pembuatan dan pelaksanaan program pemberdayaan agar masyarakat merasa dibutuhkan dan merasa memiliki sehingga rasa tanggung jawab mereka meningkat.
Empowerment workshops juga dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat untuk terwujudnya kemandirian, dan jangan sampai masyarakat terikat pada SDM atau suatu NGO atau yayasan. Empowerment workshops yang akan disesuaikan pada kebutuhan masyarakat setempat, diantaranya: peningkatkan karakter positif dan pemening, peningkatan semangat atau motivasi, peningkatan kedisplinan, melayani sepenuh hati, teamwork, kepemimpinan, manajemen keuangan keluarga, keorganisasian, advokasi. Pelatihan keterampilan, seperti keterampilan berkebun, beternak, membuat tenun, membuat bakso, dll juga dibutuhkan. Pengampingan adalah kegiatan yang tidak terpisahkan untuk memaksimalkan pencapaian program pemberdayaan masyarakat. Untuk itu, maka sumber daya manusia atau fasilitator pelaksanaan pemberdayaan masyarakat perlu yang berpengalaman dan berpendidikan pada bidang pemberdayaan perlu living-in dalam komunitas masyarakat yang diberdayakan.
Selamat melayani,
Michael Y. Zalukhu
Mobile : 0813 9886 6360
Email : yamakindo@yahoo.com