You are currently browsing the category archive for the ‘goresan puisi’ category.
Nasihat kalian adalah…
Lembaran kain yang tak berujung
membalut hatiku saat duka
merekat gelakku saat tawa
hingga nafas ini berhenti
dan jiwa terlantik syahid
balutan kalian akan selalu kurindu
keikhlasan kalian pun akan kubanggakan
dalam setiap besit pikirku
hingga setan pun hampir bertakwa…
Bergalon-galon air mata tercucur mengiringi kepergianmu…entah apa alasannya…yang jelas bapak sudah menorehkan sebuah goresan cukup dalam di hati rakyat Indonesia. Goresan yang manis dan pahit, putih dan hitam, bahagia dan duka…menjadi satu dalam misteri. Misteri tentang apa yang terjadi saat Munkar-Nakir menemui.
Bapak…aku kenal senyummu, sejak masih menumpang untuk melihat siaran televisi di rumah tetangga. Aku kenal cara berjalanmu, sejak aku bisa mengendarai sepeda roda dua. Aku kenal logatmu, sejak aku masih suka disuapi. Tapi aku tidak kenal jalan pikirmu, kebijakan politikmu, dan kasih sayang kepada keluargamu…
Achhhh..Bapak, semoga kau mendapat yang terbaik di alam sana. Maafkan aku pak tidak kenal dengan Munkar-Nakir yang akan menghadapimu…
Jakarta…kuinjak lagi setelah sudah hampir 2 tahun tidak pernah bersua. Jakarta tempat lahirku dimana aku banyak belajar tentang perjuangan, tangisan anak jalanan, kekerasan tawuran antar pelajar, nekatnya preman Pulo Gadung, dan kesendirian diri, serta anehnya perasaan sendiri di tengah keramaian….
Jakarta menyimpan sejuta fenomena dimana semuanya menyatu, namun belum membentuk harmoni. Penyatuan yang terlihat hanyalah perjuangan penuh nafsu mendapat yang terbaik. Kaya-miskin menjadi suasana paradoks yang sering mengundang senyum kecut. Jakarta bukan kota impian, melainkan kota kegilaan akan dunia.
Jakarta masih seperti dulu rupanya, selalu bisa mengajariku tentang hitamnya hidup sebagaimana hitamnya asap metromini yang usang ditelan aspal. Atau tempat duduknya yang berhasil menyiksa lutut. Jakarta masih mengundang senyum pahit dikala menatap sopir angkot menjual harga diri dan kejujuran demi tempat duduk yang terisi dan kantong yang menebal. Tak tahu rimbanya uang itu akan bermuara, semoga untuk pendidikan anaknya yang masih punya binar nurani.
Jakarta…seribu satu kisah tentang paradoks, ketimpangan, dan nafsu mengejar dunia…Lelah…
Semoga masjid-masjid yang terbangun megah menebarkan panggilan-Nya untuk menyejukkan nurani yang sudah lama kering, hampa dan lelah…
Aku adalah bayang-bayang
Yang terus merasakan mimpi
Tak tahu di mana aku berada? Dari mana asalku?
Semua terjadi begitu saja…
Hingga sering terfikir…
Aku adalah aktor film
Menjadi bintang utama tentunya
Hungga semua orang hanya berakting di depanku
Mereka semua hanya hiburan!
Cita agungku
Pasungan nikmat bumi
Tercabik tanduk syetan
Hingga buta halangi yang haq
Terjaring seribu formasi syahwat
Dzalimku berkoar sakiti bunda
Mudah sekali terjebak merah emosi
Taubatku tak tepat mengalir
Meski saat itu tangis beriring
Buai dosa terbungkus fana
Yang tampilkan indah dunia
Dan menyambunyikan putih di bawah pelangi yang hitam
Gentar melawan semua angkara
Lelah rasanya………………….
Aku mengeluh tak berdaya kini
Bungkus aku dengan jubah besar
Tuk tutupi segala fikirku dari mungkar
Ku tak sadar tak layak
Nikmati naung-Mu akhir nanti
(Bekasi, 15 November 2002)
Aku yang bertubuh lelah
Berusaha bahagia dengan perih
Dalam tiap liku pikirku
Hanya ingin kusaksikan senyum kalian
Yang merekah dan berbunga
Recent Comments